Judul di atas merupakan penggabungan kata indie dan Indonesia. Tepat sekali kawan, di tulisan ini kita akan berbicara tentang scene musik Indie di Indonesia.
Indie berasal dari kata independen, dan independen itu adalah merdeka atau berdiri sendiri. Banyak yang beranggapan bahwa scene Indie dilahirkan oleh komunitas Punk pada pertengahan 1970-an. Dimana pada saat itu, hampir semua band-band Punk ditolak mentah-mentah oleh kaum Major Label dengan alasan lagu yang bersifat non-komersil. Sehingga mereka-pun berinisiatif membuat label sendiri dengan semangat D.I.Y. (Do It Yourself). Begitu-pun dengan produk-produk merhandise mereka, yang membuat mereka menjual dengan cara sendiri. Inilah yang menjadi cikal-bakal Distro (Distribution Store). Dan sampai hari ini masih banyak band-band Punk diluar negeri sana yang eksis dengan indie labelnya seperti NOFX, Propagandhi, Descendents(Fat Wreck Chords), Anti-Flag (A-F Records), dll.
Tetapi menurut Djoko Moernantyo, pada tahun 1920-an di Amerika saat itu dikuasai oleh Label-label besar seperti Columbia, Edison, Victor, ARC, dll. Perusahaan-perusahaan kecil (indie label) yang merasa termarjinalkan oleh keadaan itu, terus berusaha menyeimbangkan keadaan. Paramount, Okeh, Vocalion dan Black Patti, adalah beberapa di antaranya. Dan kaum mainstream-pun dibuat kewalahan oleh sepak terjang perusahaan-perusahaan kecil ini. Edison turun derajat ke radio, Columbia diambil oleh CBS, dan Victor yang dikuasai raksasa baru RCA. Dan dua dasawarsa ke depan, terjadi transfer situasi yang memungkinkan siapa saja untuk bermain. Dan pada tahun 1940-an, peluang para indie label kembali menciut setelah kembali didominasi oleh para raksasa seperti Columbia, Victor, MGM, Capitol dan Mercury.
Kembali ke Indonesia. Di Indonesia sendiri, di sekitar tahun 70-an band-band seperti God Bless, AKA, Giant Step, Super Kid dari Bandung, Terncem dari Solo, dan Bentoel dari Malang sudah mendeklarasikan bahwa mereka adalah band underground. Informasi itu terdapat di majalah Aktuil terbitan 1971. Di majalah itu diberitakan bahwa terdapat Underground Music Festival yang diadakan di Surabaya. Terdapat kompetisi antar band yang diwakili God Bless dari Jakarta, Giant Step dari Bandung, Terncem dari Solo, dan Bentoel dari Malang. Inilah yang merupakan cikal bakal scene Indie di Indonesia.
Sekitar 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 1993, Pas band merilis album mereka yaitu For Trough The S.A.P. yang terjual sebanyak 5000 kopi mempunyai dampak yang sangat besar untuk scene Indie Indonesia. Sepertinya Pas Band-lah yang mempopulerkan Indie Label ini. Tapi album Pas band bukanlah album indie pertama di Indonesia. Dan menurut Deny Sakrie, Guruh Gipsy-lah yang mungkin merupakan album indie pertama di Indonesia yang dirilis pada tahun 1976.
Sejak terjualnya 5000 kaset mini album For Trough The S.A.P. dari Pas Band, scene Indie di Indonesia terlihat sangat bergairah menyambut budaya pemberontakan ini. Di saat Iwan Fals, dan Slank memperlihatkan eksistensinya, band-band Indie seperti Pure Saturday, Puppen, Waiting Room, dan yang lainnya mencoba untuk memperlihatkan eksistensinya lewat jalur Indie Label.
Bagaimana dengan Makassar???
Scene Indie di Makassar muncul di sekitar tahun 1993. Pada waktu itu, om Ichal membentuk Sex Punk. Dengan mengandalkan bazaar-bazaar musik, band Punk dengan humor sarkastik lokal ini berhasil eksis sampai hari ini dan telah melahirkan album seperti Punk Kampung (2005). Band Punk sekitar Sulsel-pun turut memeriahkan scene Indie di kota kita ini dengan bermunculannya The Hotdog, The Hendrikx, Total Riot, dan salah satu band Hardcore tertua di Makassar yaitu Cruel Rebel Core. Dan di tahun 2000-an, nafas scene Indie Makassar semakin terasa. Dengan dukungan dari radio-radio lokal melalui siaran-siaran khusus Indie Label, band-band Indie di Makassar bertambah populasinya hingga hari ini. Sebut saja seperti Loe Joe, Fosil, Fuddy Duddy, Harakiri, The Gameover, B-Five, dan The WR merupakan sedikit dari ratusan bahkan ribuan musisi-musisi Indie Makassar.
Era modern merupakan salah satu faktor perkembangan scene Indie di Indonesia. Terutama media dunia maya seperti Internet (International Network). Situs-situs seperti Myspace, Blogspot, dan lainnya memudahkan musisi Indie mempromosikan dirinya ke daerah lain. Dan kehadiran toko baju kapitalis berkedok Distro, memudahkan pendistribusian karya-karya para pelaku Indie Label.
Terakhir, band-band indie yang direkrut oleh Major Label seperti Pas Band (Aquarius), Suckerhead (Aquarius), Superman id Dead (Sony), Shaggy Dog (EMI), dan The Upstairs (Warner Music) merupakan suatu tanda bahwa indie berpotensi besar menjadi musik mainstream baru. Belum lagi ancaman dari salah satu produsen handphone yang membuat Club Artis Independen yang membuat kita menjadi VIP Member setelah memiliki Handphone produksinya. Tetapi semua itu saya kembalikan kepada teman-teman pelaku Indie, dan saya menghimbau Jangan sampai karya-karya kita dipolitisir oleh kaum mainstream. SUPPORT MAKASSAR INDIE...(Nono)
Indie berasal dari kata independen, dan independen itu adalah merdeka atau berdiri sendiri. Banyak yang beranggapan bahwa scene Indie dilahirkan oleh komunitas Punk pada pertengahan 1970-an. Dimana pada saat itu, hampir semua band-band Punk ditolak mentah-mentah oleh kaum Major Label dengan alasan lagu yang bersifat non-komersil. Sehingga mereka-pun berinisiatif membuat label sendiri dengan semangat D.I.Y. (Do It Yourself). Begitu-pun dengan produk-produk merhandise mereka, yang membuat mereka menjual dengan cara sendiri. Inilah yang menjadi cikal-bakal Distro (Distribution Store). Dan sampai hari ini masih banyak band-band Punk diluar negeri sana yang eksis dengan indie labelnya seperti NOFX, Propagandhi, Descendents(Fat Wreck Chords), Anti-Flag (A-F Records), dll.
Tetapi menurut Djoko Moernantyo, pada tahun 1920-an di Amerika saat itu dikuasai oleh Label-label besar seperti Columbia, Edison, Victor, ARC, dll. Perusahaan-perusahaan kecil (indie label) yang merasa termarjinalkan oleh keadaan itu, terus berusaha menyeimbangkan keadaan. Paramount, Okeh, Vocalion dan Black Patti, adalah beberapa di antaranya. Dan kaum mainstream-pun dibuat kewalahan oleh sepak terjang perusahaan-perusahaan kecil ini. Edison turun derajat ke radio, Columbia diambil oleh CBS, dan Victor yang dikuasai raksasa baru RCA. Dan dua dasawarsa ke depan, terjadi transfer situasi yang memungkinkan siapa saja untuk bermain. Dan pada tahun 1940-an, peluang para indie label kembali menciut setelah kembali didominasi oleh para raksasa seperti Columbia, Victor, MGM, Capitol dan Mercury.
Kembali ke Indonesia. Di Indonesia sendiri, di sekitar tahun 70-an band-band seperti God Bless, AKA, Giant Step, Super Kid dari Bandung, Terncem dari Solo, dan Bentoel dari Malang sudah mendeklarasikan bahwa mereka adalah band underground. Informasi itu terdapat di majalah Aktuil terbitan 1971. Di majalah itu diberitakan bahwa terdapat Underground Music Festival yang diadakan di Surabaya. Terdapat kompetisi antar band yang diwakili God Bless dari Jakarta, Giant Step dari Bandung, Terncem dari Solo, dan Bentoel dari Malang. Inilah yang merupakan cikal bakal scene Indie di Indonesia.
Sekitar 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 1993, Pas band merilis album mereka yaitu For Trough The S.A.P. yang terjual sebanyak 5000 kopi mempunyai dampak yang sangat besar untuk scene Indie Indonesia. Sepertinya Pas Band-lah yang mempopulerkan Indie Label ini. Tapi album Pas band bukanlah album indie pertama di Indonesia. Dan menurut Deny Sakrie, Guruh Gipsy-lah yang mungkin merupakan album indie pertama di Indonesia yang dirilis pada tahun 1976.
Sejak terjualnya 5000 kaset mini album For Trough The S.A.P. dari Pas Band, scene Indie di Indonesia terlihat sangat bergairah menyambut budaya pemberontakan ini. Di saat Iwan Fals, dan Slank memperlihatkan eksistensinya, band-band Indie seperti Pure Saturday, Puppen, Waiting Room, dan yang lainnya mencoba untuk memperlihatkan eksistensinya lewat jalur Indie Label.
Bagaimana dengan Makassar???
Scene Indie di Makassar muncul di sekitar tahun 1993. Pada waktu itu, om Ichal membentuk Sex Punk. Dengan mengandalkan bazaar-bazaar musik, band Punk dengan humor sarkastik lokal ini berhasil eksis sampai hari ini dan telah melahirkan album seperti Punk Kampung (2005). Band Punk sekitar Sulsel-pun turut memeriahkan scene Indie di kota kita ini dengan bermunculannya The Hotdog, The Hendrikx, Total Riot, dan salah satu band Hardcore tertua di Makassar yaitu Cruel Rebel Core. Dan di tahun 2000-an, nafas scene Indie Makassar semakin terasa. Dengan dukungan dari radio-radio lokal melalui siaran-siaran khusus Indie Label, band-band Indie di Makassar bertambah populasinya hingga hari ini. Sebut saja seperti Loe Joe, Fosil, Fuddy Duddy, Harakiri, The Gameover, B-Five, dan The WR merupakan sedikit dari ratusan bahkan ribuan musisi-musisi Indie Makassar.
Era modern merupakan salah satu faktor perkembangan scene Indie di Indonesia. Terutama media dunia maya seperti Internet (International Network). Situs-situs seperti Myspace, Blogspot, dan lainnya memudahkan musisi Indie mempromosikan dirinya ke daerah lain. Dan kehadiran toko baju kapitalis berkedok Distro, memudahkan pendistribusian karya-karya para pelaku Indie Label.
Terakhir, band-band indie yang direkrut oleh Major Label seperti Pas Band (Aquarius), Suckerhead (Aquarius), Superman id Dead (Sony), Shaggy Dog (EMI), dan The Upstairs (Warner Music) merupakan suatu tanda bahwa indie berpotensi besar menjadi musik mainstream baru. Belum lagi ancaman dari salah satu produsen handphone yang membuat Club Artis Independen yang membuat kita menjadi VIP Member setelah memiliki Handphone produksinya. Tetapi semua itu saya kembalikan kepada teman-teman pelaku Indie, dan saya menghimbau Jangan sampai karya-karya kita dipolitisir oleh kaum mainstream. SUPPORT MAKASSAR INDIE...(Nono)